Rabu, 03 Februari 2010


PULAU NIAS Nias (bahasa Nias Tano Niha) adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah barat pulau Sumatera, Indonesia. Pulau ini dihuni oleh mayoritas suku Nias (Ono Niha) yang masih memiliki budaya megalitik. Daerah ini merupakan obyek wisata penting seperti selancar (surfing), rumah tradisional, penyelaman, lompat batu.Pulau dengan luas wilayah 5.625 km² ini berpenduduk 700.000 jiwa. Agama mayoritas daerah ini adalah Kristen Protestan. Nias saat ini telah dimekarkan menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Nias, dengan ibu kota Gunungsitoli dan Kabupaten Nias Selatan, dengan ibu kota Teluk Dalam. Pada 26 Desember 2004, gempa bumi Samudra Hindia 2004 terjadi di wilayah pantai barat pulau ini sehingga memunculkan tsunami setinggi 10 meter di daerah Sirombu dan Mandrehe. Korban jiwa akibat insiden ini berjumlah 122 jiwa dan ratusan keluarga kehilangan rumah. Pada 28 Maret 2005, pulau ini kembali diguncang gempa bumi, tadinya diyakini sebagai gempa susulan setelah insiden Desember 2004, namun kini peristiwa tersebut merupakan gempa bumi terkuat kedua di dunia sejak 1965. Sedikitnya 638 orang dilaporkan tewas, serta ratusan bangunan hancur. Hampir tidak ada bangunan perumahan rakyat di seluruh Pulau Nias yang tidak mengalami kerusakan akibat gempa itu. Menurut Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Perwakilan Nias, bencana telah menyebabkan 13.000 rumah rusak total, 24.000 rumah rusak berat, dan sekitar 34.000 rumah rusak ringan. Sebanyak 12 pelabuhan dan dermaga hancur, 403 jembatan rusak dan 800 km jalan kabupaten dan 266 km jalan provinsi hancur. Sebanyak 723 sekolah dan 1.938 tempat ibadah rusak. EKSOTIKA PULAU NIAS Apa jadinya kalau sebuah kebudayaan manusia tidak meninggalkan jejaknya? Menurut para bijak, museum merupakan jantung peradaban sebuah wilayah (Negara). Maret 2005 saya menginjakkan kaki di Nias, dua bulan setelah Tsunami memporak-porandakan Serambi Mekkah dan Pulau Nias. Bahkan pada saat peristiwa gempa bumi 28 Maret 2005 melanda Nias saya berada di kota Gunungsitoli, ibukota Kabupaten Nias. Pulau Nias secara administrative definitive memiliki 2 kabupaten, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan dengan ibukota Teluk Dalam. Setelah hampir tiga minggu saya berada di Nias saya baru mengetahui kalau sebuah museum dikelola oleh Gereja Katolik, dan diprakarsai oleh seorang Pastor dari Jerman, P. Johannes M. Hämmerle, OFMCap (Ordo OFM Kapusin, Keuskupan Sibolga). Pastor Johannes, demikian nama yang sering diucapkan orang di Nias, juga menulis sebuah buku "Asal-usul Orang Nias (Suatu Interpretasi)" meskipun beliau seorang rohaniawan, dan bukan akademis tulen namun oleh kalangan sosiolog atau antropolog melalui bukunya selalu menjadi rujukan bagi kademisi maupun kaum awam dalam memndiskusikan mengenai kebudayan Nias. Yang menarik dari Museum ini adanya peninggalan benda-benda pusaka khususnya benda-benda jaman Megalitikum. Kita tidak akan pernah tahu bahwa melalui Pulau Nias yang luas wilayahnya 5.318 km² ini mempunyai peninggalan pada jaman batu dan bagaimana rupa aslinya, mungkin kita hanya akan mengetahuinya melalui media (cetak dan elektronik). Bahkan beberapa informasi yang saya dapatkan beberapa benda-benda penting yang berasal dari Nias juga banyak terdapat di luar negeri, khususnya di Jerman dan Belanda. Bangunan Museum Pusaka Nias secara arsitektural melibatkan arsitek dari Yogyakarta. Selidik demi selidik saya mendapatkan informasi dari seorang teman yang juga arsitek mengatakan, “yang menggambar itu Mas Eko Prawoto.” Ck ck ck ck… decak kagum saya makin memuncak. Selain merawat dan memelihara benda-benda pusaka Nias, Pastor Johannes juga terlibat dalam memelihara atau melestarikan kampung budaya Bawömatoluo. Salah satu tindakan konkrit yang dilakukan oleh Pastor Johannes adalah dengan menghubungi Unesco dan lembaga lainnya di luar negeri dalam rangka merehabilitasi kampung budaya Bawömatoluo, pasca gempa bumi. Beberapa bangunan tradisional, khususnya bangunan utama menglami kerusakan. Anda tidak akan mengira kalau kampung budaya tersebut salah satu pusat perhatian saat para wisatawan, baik mancanegara maupun domestik berkunjung ke Nias Selatan (Teluk Dalam), bahkan menjadi image pariwisata di Pulau Nias selain pantai Sorake yang terkenal dengan surfingnya. Dilihat dari sudut pandang manapun Nilai penuh dengan eksotika, mulai dari alamnya maupun kebudayaan bendanya, khususnya bangun tradisional dan beberapa benda-benda budayanya. Tanö niha Banua soma sidö... (tanah Nias yang aku cinta) Tanö si tumbu ya’o fena... (tempat dimana saya dilahirkan) He mukolindro ya’o föna... (meskipun saya merantau ) Bale olifudo sai’a... (tetapi saya tidak melupakannya) Itulah cuplikan sebait lagu Tanah Nias, salah satu lagu tradisional Nias yang pernah diajarkan saat saya duduk di bangku SMP tahun 90-an ketika Orde Baru menjalankan proyek agitasinya melalui Penataran P4 sebagai media cuci otak. Ya’ahowu!!!